Akhir-akhir ini, saya sering berpikir, “Apakah saya beruntung hidup di era ini atau justru tidak?”
Di satu sisi, kita hidup di masa di mana teknologi seperti AI membuat banyak hal jadi lebih mudah. Tapi di sisi lain, kemudahan ini kadang membuat proses yang seharusnya memuaskan terasa hambar.
Seperti ketika bermain game, kalau kita tahu semua cheat code, hidden gems, atau jalan pintas, game itu jadi kurang menantang. Bukankah asyiknya justru ada di prosesnya?
Ketika kita berbicara tentang AI, saya rasa ada dua tantangan utama.
- Pertama, bagaimana kita memanfaatkan alat ini untuk menamatkan "game kehidupan" kita dengan lebih efektif, tanpa kehilangan esensi belajar dan berkembang.
- Kedua, bagaimana caranya tetap menjaga semangat belajar, meskipun semua serba cepat dan instan.
Proses vs Shortcut: Dilema AI
Saya sering merasa, semakin kompleks dan sulit sebuah proses, semakin memuaskan hasil akhirnya. Itulah kenapa, meskipun AI memberikan banyak jalan pintas, saya selalu mengingatkan diri sendiri: AI hanyalah alat, kita lah yang harus tetap belajar dan berproses.
Jangan sampai kita hanya menyuruh mesin belajar (machine learning), sementara kita sendiri berhenti berkembang.
Beberapa hari terakhir, saya merasa super produktif. Tapi anehnya, kepuasan setelah menyelesaikan pekerjaan malah berkurang. Kenapa?
Karena banyak pekerjaan selesai dengan bantuan AI. Cepat dan instan, tapi kurang memuaskan.
Seperti bermain game yang kita tahu semua triknya.
AI dan Pendidikan: Haruskah Semua Hal Dibongkar?
Sebagai pendiri BCB Academy, saya pernah dilema. Haruskah saya mengajarkan dapur AI—cara teknis, shortcut, dan template yang sering saya pakai? Setelah dipikirkan matang-matang, saya memutuskan untuk tidak mengajarkan terlalu dalam. Kenapa?
Karena mindset peserta didik itu penting. Saya takut jika mereka belum siap secara mental, mereka akan salah paham dalam menggunakan AI. Bukan produktif, malah jadi bergantung tanpa memahami esensi belajarnya.
Jadi, di BCB Academy, saya hanya membagikan template dan panduan sederhana. Tidak terlalu teknis. Tujuannya supaya mereka tetap bisa belajar dengan bertahap dan menikmati prosesnya.
Alat Hebat, tapi Tidak untuk Semua Orang
OpenAI sendiri mengatakan bahwa ChatGPT Advanced bukan untuk semua orang. Mereka memang menargetkan pengguna yang lebih mapan, seperti pengusaha, perusahaan, atau spesialis di bidang tertentu.
Saya setuju dengan langkah ini. AI tingkat lanjut seperti ini membutuhkan edukasi dan pemahaman yang mendalam. Kalau digunakan sembarangan, hasilnya malah bisa kurang optimal.
Hidup di Era AI: Tantangan atau Berkah?
Hidup di era AI memang penuh dilema. Kita dihadapkan pada pilihan: menggunakan shortcut yang ada atau tetap menikmati proses belajar yang lebih panjang. Apapun pilihan kita, saya rasa yang terpenting adalah tetap menjaga semangat belajar dan rasa penasaran.
Bagi saya, rasa penasaran itulah yang membawa saya ke titik ini. Saya bukan orang yang super hebat, pintar, atau luar biasa. Saya hanya orang biasa yang suka belajar dan mencoba hal baru secara autodidak. Dengan rasa ingin tahu ini, saya merasa lebih mudah beradaptasi dengan AI atau teknologi baru lainnya.
Tapi tetap, saya ingatkan pada diri sendiri—dan mungkin juga pada Anda—AI hanyalah alat. Kita lah yang menentukan ke mana alat ini akan membawa kita. Jangan sampai kita kehilangan esensi belajar hanya karena segala sesuatunya menjadi lebih mudah.
Penutup: Nikmati Proses, Jangan Cuma Hasil
AI memang mempermudah hidup kita, tapi jangan sampai kita lupa untuk menikmati prosesnya. Dalam belajar, bekerja, atau menjalani hidup, proseslah yang membentuk kita. Jadi, meskipun ada jalan pintas, gunakan AI dengan bijak dan tetaplah belajar, bukan hanya mengandalkan mesin.
Hidup di era AI adalah berkah, selama kita bisa menggunakannya dengan cara yang tepat. 😊
Salam,
Iwan Kurniawan
(7 Desember 2024)
Kata Kunci: AI untuk belajar, esensi belajar, teknologi modern, produktivitas maksimal, semangat belajar