Saudara mahasiswa diskusikan
1. Mengapa kepemimpinan erat kaitannya dengan kekuasaan, harta dan pengaruh?Jelaskan!
(Untuk menjawab pertanyaan ini Anda harus membaca modul 6 dan memahami maisng-masing pengertian kekuasaan, pengaruh dan harta).
2. Analisis wacana berikut diihat dari dampak keputusan/kekuasaan MK dan konflik kepemimpinan negara dan daerah.
https://nasional.tempo.co/read/1908100/dpr-beda-sikap-terhadap-3-putusan-mk-berikut-bunyi-keputusan-mahkamah-konstitusi-nomor-90-70-dan-60
Putusan MK No 90
Bunyi Pasal 169 (q) UU 7/2017 berdasarkan Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 adalah “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”
Putusan MK N0 70
MK menetapkan bahwa calon gubernur dan wakil gubernur harus berumur minimal 30 tahun saat pendaftaran. Keputusan ini juga berlaku pada beberapa perkara lain yang memiliki isu hukum yang sama, yaitu tentang batasan usia minimum calon kepala daerah.
Putusan MK No 60
MK memutuskan bahwa partai politik atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota) meskipun tidak memiliki kursi di DPRD. Namun, mereka harus mendapatkan minimal jumlah suara sah tertentu dalam Pemilu DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).
(Anda harus memahami makna kepemimpinan/kekuasan/konflik di modul 6 BMP kepegawaian.)
Cantumkan referensi saat anda menjawab
JAWABAN NO 1
Menurut saya, kepemimpinan erat kaitannya dengan kekuasaan, harta, dan pengaruh karena ketiga elemen tersebut berperan signifikan dalam memotivasi pengikut dan memfasilitasi pencapaian sasaran organisasi. Seperti yang kita tahu, kekuasaan adalah alat yang digunakan pemimpin untuk memengaruhi perilaku pengikut. Namun, memiliki kekuasaan saja tidak cukup untuk memotivasi pengikut secara efektif. Seperti yang dikemukakan dalam materi BMP Modul 6, "Kekuasaan hanya bertindak sebagai alat untuk menyesuaikan pengaruh dari usaha pemimpin untuk memengaruhi." Pemimpin harus memiliki keterampilan dan kemauan untuk menggunakan kekuasaan tersebut secara efektif, serta memahami sumber-sumber kekuasaan yang dimilikinya. Penggunaan kekuasaan yang berhasil memerlukan pemahaman tentang kapan dan bagaimana menggunakannya tanpa mengancam harga diri pengikut. Faktor-faktor seperti kejelasan komunikasi, pengaturan waktu, dan kesesuaian permintaan sangat penting dalam proses ini.
Harta atau sumber daya material sering kali menjadi alat bagi pemimpin untuk memengaruhi dan memotivasi pengikut. Reward power, yang berkaitan dengan kemampuan memberikan imbalan, dapat memperdalam hubungan pertukaran dengan bawahan. Jika digunakan dengan terampil, hal ini dapat meningkatkan referent power pemimpin tersebut. Oleh karena itu, harta menjadi komponen penting dalam memperkuat posisi pemimpin dan memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi.
Hubungan Antara Kepemimpinan, Kekuasaan, Harta, dan Pengaruh
Kepemimpinan, kekuasaan, harta, dan pengaruh saling terkait dan saling memengaruhi. Pengaruh adalah kemampuan pemimpin untuk mengubah sikap dan perilaku pengikut. Pengaruh ini tidak hanya berasal dari kekuasaan formal, tetapi juga dari expert power dan referent power yang dimiliki pemimpin. Pemimpin yang efektif mampu menciptakan hubungan, yang dalam hubungan ini pemimpin tersebut mempunyai pengaruh yang kuat terhadap para pengikutnya dan juga menerima pengaruh dari para pengikutnya. Dengan demikian, pengaruh menjadi esensial dalam proses kepemimpinan yang dinamis dan adaptif.
Di sisi lain, kekuasaan memberikan otoritas kepada pemimpin untuk mengambil keputusan, harta menyediakan sumber daya untuk mendukung keputusan tersebut, dan pengaruh memungkinkan pemimpin mengarahkan pengikut menuju tujuan bersama. Namun, penggunaan kekuasaan dan harta yang berlebihan tanpa mempertimbangkan pengaruh dapat menimbulkan resistensi dari pengikut. Pemimpin yang memperlakukan para pengikut sebagai orang yang berada di bawah derajatnya akan mengundang perlawanan terhadap permintaan dan perintahnya.
Oleh sebab itu, menurut saya kepemimpinan erat kaitannya dengan kekuasaan, harta, dan pengaruh karena ketiga elemen ini merupakan instrumen utama bagi pemimpin untuk memotivasi dan mengarahkan pengikut. Penggunaan kekuasaan dan harta yang bijaksana, serta kemampuan memengaruhi, menentukan efektivitas seorang pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi.
JAWABAN NO 2
Dalam beberapa tahun terakhir, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan sejumlah putusan penting yang berdampak signifikan terhadap dinamika politik di Indonesia. Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, Nomor 70/PUU-XXII/2024, dan Nomor 60/PUU-XXII/2024 menjadi sorotan karena implikasinya terhadap kekuasaan serta potensi konflik kepemimpinan di tingkat nasional dan daerah. Saya akan menganalisis dampak keputusan-keputusan tersebut dengan mempertimbangkan perubahan legislatif dan respons berbagai pihak terkait berdasarkan referensi artikel jurnal ilmiah terbaru yang telah terpublikasi.
Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023
Batas Usia Calon Presiden dan Wakil Presiden
Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengubah bunyi Pasal 169 (q) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Menurut saya, perubahan ini membuka peluang bagi tokoh-tokoh muda yang telah memiliki pengalaman sebagai kepala daerah untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, meskipun usianya belum mencapai 40 tahun.
Sukma Kanthi Nurani dan S. Dian Andryanto (2024) menyebutkan bahwa putusan ini memberikan kesempatan bagi figur seperti Gibran Rakabuming Raka untuk diusung sebagai calon wakil presiden. Respons Komisi Pemilihan Umum yang segera merevisi peraturannya menunjukkan adaptasi cepat terhadap putusan MK ini. Namun, hal ini juga memicu perdebatan mengenai kesetaraan kesempatan dan potensi politisasi lembaga negara.
Respons DPR terhadap Putusan MK dan Potensi Konflik Kepemimpinan
Perbedaan sikap DPR terhadap putusan MK menjadi perhatian utama. Masinton Pasaribu, anggota Badan Legislasi DPR RI dari fraksi PDIP, mengkritik proses cepat Baleg DPR dalam menanggapi Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 dengan menyetujui RUU Pilkada, sementara tidak melakukan hal serupa terhadap Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Nurani & Andryanto, 2024). Menurut saya, inkonsistensi ini mencerminkan adanya kepentingan politik tertentu yang dapat memicu konflik kepemimpinan antara pemerintah pusat dan daerah.
Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024
Batas Usia Calon Kepala Daerah
Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menetapkan bahwa calon gubernur dan wakil gubernur harus berusia minimal 30 tahun saat pendaftaran. Keputusan ini berlaku juga untuk batasan usia minimum calon kepala daerah lainnya. Saya berpendapat bahwa penetapan batas usia ini bertujuan untuk memastikan kesiapan mental dan pengalaman calon dalam memimpin daerah. Namun, hal ini dapat membatasi partisipasi politik generasi muda yang potensial membawa inovasi dalam pemerintahan daerah.
Paradita dan Triadi (2024) dalam penelitian mereka menyoroti bahwa model pemilu serentak yang ada masih memiliki kelemahan dalam efisiensi dan implementasi. Mereka merekomendasikan penguatan kerangka hukum untuk memastikan pemilu berjalan optimal. Dalam konteks ini, penetapan batas usia calon kepala daerah seharusnya diimbangi dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan politik bagi generasi muda.
Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024
Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik Tanpa Kursi di DPRD
Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 memungkinkan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengajukan calon kepala daerah meskipun tidak memiliki kursi di DPRD, dengan syarat memperoleh minimal jumlah suara sah tertentu dalam Pemilu DPRD. Menurut saya, keputusan ini dapat meningkatkan partisipasi politik dan memberikan peluang bagi partai-partai kecil untuk bersaing dalam pemilihan kepala daerah.
Namun, Sukmawan dan Pratama (2023) mengkritisi bahwa ambang batas semacam ini tidak efektif dalam meningkatkan dukungan politik dan justru memperburuk oligarki politik. Penerapan syarat minimal suara sah dapat menjadi tantangan bagi partai kecil dan independen, yang pada akhirnya menghambat konsolidasi demokrasi dan memperkuat dominasi partai besar.
Dampak Keputusan MK terhadap Kekuasaan dan Konflik Kepemimpinan
Analisis di atas menggarisbawahi beberapa aspek penting dari dampak keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia terhadap dinamika politik dan struktur kepemimpinan baik di tingkat nasional maupun daerah. Berikut adalah poin-poin utama yang dapat diambil dari analisis tersebut:
- Perubahan dalam Kriteria Kelayakan Calon: Putusan MK terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden serta kepala daerah mencerminkan pergeseran dalam syarat kelayakan yang dapat membuka atau membatasi partisipasi politik. Misalnya, penurunan batas usia minimum memungkinkan tokoh muda berpengalaman politik untuk lebih cepat terlibat dalam pemilihan nasional, sementara penetapan batas usia tertentu di tingkat daerah bertujuan untuk memastikan kesiapan dan pengalaman calon.
- Adaptasi dan Respon Cepat dari Lembaga Terkait: Respons Komisi Pemilihan Umum yang cepat mengadaptasi perubahan menunjukkan fleksibilitas dalam tata kelola pemilu, namun juga menyoroti pentingnya respons yang konsisten dan terkoordinasi antar lembaga untuk menghindari kebingungan atau konflik interpretasi.
- Dinamika dan Konflik Kepemimpinan: Divergensi dalam sikap dan kecepatan respon DPR terhadap putusan MK mengindikasikan adanya potensi konflik kepemimpinan dan pengaruh politik dalam proses legislasi. Inkonsistensi ini dapat mencerminkan pertarungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara berbagai blok politik dalam DPR.
- Partisipasi dan Konsolidasi Demokrasi: Keputusan MK yang memungkinkan partai tanpa representasi di DPRD mengajukan calon kepala daerah memiliki potensi untuk meningkatkan partisipasi politik. Namun, persyaratan minimal suara sah bisa membatasi partai kecil dan menguntungkan partai besar, memperkuat oligarki politik dan menghambat konsolidasi demokrasi.
- Implikasi untuk Demokrasi dan Penegakan Hukum: Dengan adanya perubahan regulasi yang signifikan, kebutuhan untuk mekanisme penegakan hukum yang efektif dan independen menjadi lebih mendesak. Sengketa pemilu yang mungkin meningkat karena perubahan ini membutuhkan sistem yudisial yang kuat dan transparan untuk menjaga keadilan dan integritas proses pemilu.
- Rekomendasi untuk Perbaikan: Usulan untuk memperkuat kerangka hukum dan meningkatkan transparansi dalam proses pemilu mencerminkan kebutuhan untuk reformasi yang menyeluruh untuk mendukung demokrasi yang lebih inklusif dan efektif. Revisi terhadap ambang batas dan kebijakan lainnya diusulkan untuk mencegah dominasi oleh kekuatan oligarki dan mendukung sistem multipartai yang sehat.
Keputusan-keputusan MK tersebut memiliki dampak yang kompleks terhadap struktur kekuasaan dan potensi konflik kepemimpinan di Indonesia. Di satu sisi, perubahan regulasi membuka ruang partisipasi yang lebih luas, namun di sisi lain dapat menimbulkan friksi antara lembaga-lembaga negara dan aktor politik.
Al Hasna (2024) menekankan bahwa perselisihan hasil pemilu sering dipicu oleh faktor internal seperti kesalahan teknis dan eksternal seperti intervensi politik. Dengan adanya perubahan regulasi yang signifikan, potensi sengketa hasil pemilu dapat meningkat jika tidak diimbangi dengan mekanisme penegakan hukum yang efektif dan independen. Menurut saya, keputusan MK mengenai batas usia calon dan syarat pengajuan calon kepala daerah membawa implikasi penting bagi demokrasi Indonesia. Meskipun bertujuan untuk memperbaiki sistem politik, implementasinya harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari konflik kepemimpinan dan memastikan keadilan bagi semua pihak.
Saya merekomendasikan penguatan kerangka hukum dan peningkatan transparansi dalam proses pemilu, seperti yang disarankan oleh Paradita dan Triadi (2024). Selain itu, revisi terhadap ambang batas tertentu perlu dipertimbangkan untuk mencegah dominasi oligarki politik dan mendorong sistem multipartai yang sehat (Sukmawan & Pratama, 2023). Kolaborasi antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif sangat penting untuk mewujudkan demokrasi substantif dan stabilitas politik di Indonesia sehingga kekuasaan tidak disalahgunakan hanya untuk kepentingan politik semata.
Sekian diskusi dari saya, apabila ada tambahan atau perbaikan, dengan senang hati akan saya perbaiki dan luruskan. Terima kasih.
Ingin Tuton/TMK kamu jadi lebih mudah dan Cepet Kelar dengan bantuan AI? Dapatkan Template AI buat nugas, belajar, dan lainnya di BCB Academy (Klik di sini untuk selengkapnya!).
Yuk, bagikan tulisan ini untuk menginspirasi lebih banyak teman mahasiswa lainnya untuk belajar dan mengerjakan tugas tepat waktu!
Daftar Pustaka
- Al Hasna, F. M. (2024). Tinjauan Terhadap Penyebab Sengketa Perselisihan Tentang Hasil Pemilihan Umum di Indonesia. Ethics and Law Journal: Business and Notary, 2(1), 273–278. https://doi.org/10.61292/eljbn.129
- Enceng, L. A., Wulandari, F. R., & Purwanto, A. J. (2014). ADPU4334 – Kepemimpinan (Edisi 2). Universitas Terbuka.
- Nurani, S. K., & Andryanto, S. D. (2024, Agustus 25). DPR Beda Sikap Terhadap 3 Putusan MK, Berikut Bunyi Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90, 70, dan 60. Tempo.co. https://tempo.co/politik/dpr-beda-sikap-terhadap-3-putusan-mk-berikut-bunyi-keputusan-mahkamah-konstitusi-nomor-90-70-dan-60--16079
- Paradita, S. A., & Triadi, I. (2024). Analisis Perubahan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Konteks Pemilu 2024 Melalui Tinjauan Hukum Tata Negara. Indonesian Journal of Law and Justice, 1(4), 13. https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2349
- Sukmawan, D. I., & Pratama, S. (2023). Critical Review of the Constitutional Court’s Decision on the Presidential Threshold: Tinjauan Kritis Mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Ambang Batas Pencalonan Presiden. Jurnal Konstitusi, 20(4), 556–575. https://doi.org/10.31078/jk2041
Kata Kunci: kepemimpinan, kekuasaan, pengaruh politik, putusan MK, konflik kepemimpinan