Diskusi.1: Karakteristik & Perilaku Manusia (Tuton UT)
30 Oktober 2024 9:52 pm

Diskusi.1: Karakteristik & Perilaku Manusia (Tuton UT)

Diskusi.1: Karakteristik & Perilaku Manusia (Tuton UT)
Saudara mahasiswa mari kita diskusikan bersama tentang 1. Aspek manusia dalam organisasi, jika anda lihat beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku pegawai dalam organisasi di modul 1 halaman 1.8, bisa anda jelaskan aspek mana yang lebih dominan penyebab korupsi kolusi dan nepotisme pada birokrasi di Indonesia?
2. Sikap dan Perilaku Pegawai yang memiliki budaya tidak displin, minta dilayani dan kinerja rendah silahkan anda lihat dan analisis dari pembentukan perilaku pegawai, sikap dan hubungan dengan perilaku?
3. Perilaku pegawai yang ingin digaji tinggi namun enggan kerja maksimal jika ditinjau dari beberapa pendekatan dan faktor-faktor kepribadian, silahkan anda diskusikan?Jawaban harus berdasarkan modul 1 dan referensi lainnya.

Jawaban Nomor 1:

Menurut saya, variabel lingkungan adalah yang paling dominan sebagai penyebab korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam birokrasi di Indonesia. Lingkungan, baik dalam bentuk budaya masyarakat, organisasi, maupun hubungan sosial, memiliki pengaruh besar terhadap perilaku individu. Schein (1992) menjelaskan bahwa budaya organisasi sangat memengaruhi cara kerja individu dan keputusan yang diambil, terutama dalam konteks birokrasi. Budaya patronase dan hubungan kekeluargaan yang kuat seringkali mendominasi pengambilan keputusan, yang menciptakan kecenderungan untuk mengutamakan kerabat atau teman dekat dalam pengisian jabatan, sebuah praktik nepotisme. Hal ini sesuai dengan pandangan Mulyana dan Rakhmat (1993) yang menyatakan bahwa budaya sosial di Indonesia sering kali memengaruhi perilaku individu dalam konteks organisasi dan birokrasi.

Dalam contoh lain, budaya "uang pelicin" yang sudah dianggap lazim dalam banyak proses birokrasi menunjukkan bagaimana lingkungan yang korup dapat menciptakan kebiasaan buruk di dalam birokrasi. Bahkan ketika individu memiliki niat baik, tekanan dari lingkungan sosial dan organisasi sering kali membuat mereka terjebak dalam praktik-praktik KKN. Ini juga tercermin dalam pandangan Edgar Schein (1992) yang menyebutkan bahwa reformasi budaya organisasi sangat penting untuk mengubah pola perilaku dalam organisasi yang korup.

Selain itu, Johnny G. Plate, yang terlibat dalam kasus korupsi pembangunan menara BTS 4G, menunjukkan bahwa pejabat yang awalnya berjanji untuk menjaga integritas sering kali terpengaruh oleh sistem atau lingkungan yang sudah korup setelah mereka masuk ke dalamnya. Hal ini mendukung pandangan bahwa reformasi struktural dan budaya dalam birokrasi sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah KKN di Indonesia (Mulyana & Rakhmat, 1993).

Jawaban Nomor 2:

Menurut saya, sikap dan perilaku pegawai yang memiliki budaya tidak disiplin, minta dilayani, serta memiliki kinerja rendah dapat dianalisis melalui pendekatan pembentukan perilaku dan sikap. Terdapat tiga pendekatan utama yang relevan untuk memahami pembentukan perilaku tersebut, yaitu pendekatan kognitif, pendekatan kepuasan, dan pendekatan psikoanalitis.
  • Pendekatan Kognitif melihat perilaku sebagai hasil dari pemrosesan informasi antara stimulus (input) dan respons (output). Jika pegawai memiliki kinerja rendah dan sikap yang tidak disiplin, hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya rangsangan atau hukuman yang efektif untuk memperbaiki perilaku mereka. Contohnya, jika pegawai yang terlambat tidak diberi sanksi, mereka mungkin tidak menyadari konsekuensi dari ketidakdisiplinan, sehingga tidak ada dorongan untuk memperbaiki sikap tersebut. Mereka membutuhkan stimulus yang lebih jelas dan tegas untuk mengubah perilaku negatif menjadi positif.
  • Pendekatan Kepuasan, khususnya teori motivasi seperti Teori Hierarki Kebutuhan Maslow dan Teori Dua-Faktor Herzberg, menjelaskan bahwa perilaku pegawai sangat dipengaruhi oleh kebutuhan yang belum terpenuhi. Pegawai yang tidak disiplin mungkin merasa kebutuhan dasarnya, seperti upah yang layak atau rasa aman, tidak terpenuhi, sehingga mereka kehilangan motivasi untuk bekerja secara optimal. Misalnya, jika pegawai merasa tidak dihargai atau tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, mereka mungkin hanya bekerja sebatas memenuhi kewajiban minimal. Untuk memperbaiki ini, manajer perlu memahami kebutuhan intrinsik dan ekstrinsik pegawai, serta menciptakan lingkungan kerja yang mendukung.
  • Pendekatan Psikoanalitis memberikan pandangan bahwa perilaku pegawai juga dapat dipengaruhi oleh konflik antara kebutuhan pribadi mereka (id) dan norma yang ada di tempat kerja (super-ego). Pegawai yang minta dilayani dan tidak disiplin mungkin lebih didorong oleh egoisme atau kepentingan pribadi (id), sementara norma atau aturan kerja (super-ego) tidak cukup kuat untuk mengendalikan dorongan tersebut. Ego di sini berperan dalam mencari jalan tengah antara keinginan pribadi dan tuntutan pekerjaan. Dalam hal hubungan sikap dengan perilaku, sikap adalah kecenderungan yang muncul dari pengalaman dan persepsi seseorang terhadap suatu objek atau situasi, sedangkan perilaku adalah tindakan nyata yang mencerminkan sikap tersebut. Misalnya, jika pegawai memiliki sikap tidak peduli terhadap pekerjaan karena kurangnya kepuasan, maka perilaku mereka akan mencerminkan sikap tersebut dengan bekerja secara asal-asalan. Untuk mengubah perilaku pegawai yang tidak disiplin, kita perlu memahami dan mengubah sikap mereka terlebih dahulu.

Jawaban Nomor 3:

Perilaku pegawai yang menginginkan gaji tinggi tetapi enggan bekerja maksimal dapat dianalisis dari berbagai pendekatan kepribadian. Maddi (1980) dalam teorinya tentang ciri kepribadian menyatakan bahwa ciri-ciri seperti ambisius atau malas bekerja dapat menjadi karakteristik tetap individu dalam situasi pekerjaan. Pegawai yang ingin digaji tinggi biasanya memiliki ciri ambisius dalam hal keinginan finansial, namun kurang memiliki kedisiplinan dalam bekerja. Hal ini dapat dilihat dalam pendekatan Ciri, di mana kepribadian berperan besar dalam membentuk respons individu terhadap lingkungan kerja mereka.

Dari perspektif Psikodinamik, id mendorong seseorang untuk memenuhi keinginan instan seperti mendapatkan gaji tinggi, tanpa mempertimbangkan usaha yang harus dikeluarkan (Maddi, 1980). Superego, yang mewakili norma dan nilai moral, menurut saya tidak cukup kuat untuk mengendalikan dorongan tersebut. Dalam kasus ini, ego gagal menyeimbangkan dorongan id dan tuntutan superego, sehingga individu hanya fokus pada keuntungan tanpa kerja maksimal.

Selain itu, dari pendekatan Humanistik, Carl Rogers (1977) menunjukkan bahwa individu yang tidak berusaha maksimal disebabkan karena belum mencapai aktualisasi diri. Mereka belum merasakan kebutuhan untuk berkembang secara penuh. Pegawai yang hanya fokus pada gaji tanpa komitmen dalam bekerja biasanya belum memahami potensi dan kepuasan bekerja dengan sepenuh hati.
...
Ingin Tuton/TMK kamu jadi lebih mudah dan Cepet Kelar dengan bantuan AI? Dapatkan Template AI buat nugas, belajar, dan lainnya di BCB Academy (Klik di sini untuk selengkapnya!).

Yuk, bagikan tulisan ini untuk menginspirasi lebih banyak teman mahasiswa lainnya untuk belajar dan mengerjakan tugas tepat waktu!

Referensi Sumber:

  • Maddi, S. R. (1980). Personality theories: A comparative analysis. Dorse Press.
  • Mulyana, D., & Rakhmat, J. (1993). Komunikasi antar-budaya. Remaja Rosdakarya.
  • Rakhmat, J. (1993). Psikologi komunikasi. PT Remaja Rosdakarya.
  • Rogers, C. (1977). On personal power: Inner strength and its revolutionary impact. Delacorte.
  • Schein, E. H. (1992). Organizational culture and leadership (2nd ed.). Jossey-Bass Inc.
  • Toha, M. (2014). Perilaku organisasi (Edisi 2). Universitas Terbuka.

Kata Kunci:
  • Korupsi birokrasi Indonesia
  • Meningkatkan kinerja pegawai
  • Perilaku organisasi positif
  • Budaya organisasi efektif
  • Mengatasi nepotisme dan kolusi
Penilaian maksimum:92 (1) Komentar Tutor: "Terimakasih atas tanggapan anda berikan"