Sumber gambar: cloudinary
Munculnya vibe coding dalam era pengembangan perangkat lunak khususnya di tahun 2025 ini menjadi signifikasi perubahan pada zaman ini. Dimana para enggineer dalam coding dan website sudah mulai dibantu menggunakan AI dalam pengembangan perangkat lunaknya.
Pemrograman vibe merepresentasikan perubahan paradigma dalam pengembangan perangkat lunak di mana programmer "sepenuhnya mengikuti vibes" dan membiarkan AI menangani sebagian besar proses pengkodean.
Pendekatan ini melibatkan deskripsi kebutuhan proyek dalam bahasa sederhana kepada asisten AI, yang kemudian menghasilkan kode, menyelesaikan masalah, dan mengimplementasikan fitur. Aspek kunci dari pemrograman vibe adalah bahwa pengembang sering menerima kode tanpa sepenuhnya memahaminya, seperti yang dicatat oleh peneliti AI Simon Willison: "Jika sebuah LLM menulis setiap baris kode Anda, tetapi Anda telah meninjau, menguji, dan memahaminya sepenuhnya, itu bukan pemrograman vibe menurut saya—itu menggunakan LLM sebagai asisten mengetik."
Kebangkitan dari vibe coding ini menjadi pembukan peluang baru di bidang AI dan pemrograman, di mana pengembang dapat mengartikulasikan ide mereka menjadi lebih mudah seperti dengan adanya Cursor dimana kita bisa memprogram dan kita diberi kode hanya dengan modal mengetik dan pemberian ide.
Pergeseran ini mendorong pendekatan yang lebih intuitif dan mudah diakses untuk pengembangan perangkat lunak, yang berpotensi menarik lebih banyak individu ke bidang ini dan mempercepat laju inovasi di industri teknologi.
- Pengembangan berbantuan AI mendemokratisasi pembuatan perangkat lunak, memungkinkan non-pengembang untuk merancang dan meluncurkan demo serta pengalaman.
- Peran pengembang berkembang dari penulis kode menjadi kolaborator AI dan arsitek sistem.
- Vibe coding mempercepat siklus pengembangan, dengan beberapa proyek menyelesaikan hingga 10x lebih cepat
Institusi pendidikan mengintegrasikan asisten pemrograman berbasis AI ke dalam kursus mereka, mengajarkan siswa cara berkomunikasi dengan efektif dan mengarahkan alat-alat ini.
Ada penekanan yang semakin besar pada keterampilan interdisipliner, menggabungkan pemrograman dengan bidang seperti psikologi, linguistik, dan etika untuk lebih memahami dan bekerja dengan sistem AI.
Beberapa kritikus berpendapat bahwa pendekatan ini bisa menghasilkan generasi pengembang yang kurang memiliki keterampilan pemrograman fundamental, sementara pendukungnya percaya bahwa ini akan menghasilkan teknologi yang lebih bervariabel dan kreatif.
Sumber Artikel: educationnext, alitu, wikipedia, reddit, webfx, metana, sacra, linkedin, uxdesign, zbrain, neurodiversitymarketing
Penulis: Adreano Palkindo
Editor: Kania Salsabila