Dalam dunia pendidikan, konsep neuroplastisitas telah menjadi buzzword yang menggambarkan bagaimana otak dapat berkembang dan beradaptasi seiring dengan pengalaman belajar. Namun, mengapa terkadang ada materi yang begitu sulit untuk kita pahami, sementara yang lainnya begitu mudah?
Pernahkah kamu merasa bahwa menghafal formula matematika itu menantang, tapi mengingat lirik lagu favorit kamu justru cenderung lebih mudah? Ini semua berkaitan dengan cara otak kita memproses dan menyimpan informasi.
Neuroplastisitas adalah kemampuan otak untuk mengubah strukturnya berdasarkan pengalaman baru. Proses ini memungkinkan neuron-neuron di otak untuk menyesuaikan koneksi mereka, sehingga memperkuat pembelajaran.
Dengan memanfaatkan neuroplastisitas, kita dapat meningkatkan kemampuan belajar dan mengingat, menjadikan proses belajar lebih efisien dan efektif.
Ada beberapa teknik yang dapat kita gunakan untuk meningkatkan neuroplastisitas, termasuk:
✅ Metode Pembelajaran Spaced Repetition. Teknik ini melibatkan mengulang materi yang telah dipelajari dengan interval yang meningkat. Ini membantu mengukuhkan informasi secara permanen dalam memori jangka panjang.
✅ Penggunaan Visual dan Asosiasi dalam Belajar. Menggunakan gambar, grafik, dan asosiasi logis dapat membuat informasi lebih mudah diingat dan dipahami.
✅ Peran Emosi dalam Pembelajaran. Menghubungkan Materi dengan Emosi. Ketika kita bisa menghubungkan materi belajar dengan emosi atau pengalaman pribadi, hal tersebut menjadi lebih berkesan dan mudah diingat.
✅ Motivasi dan penghargaan juga bisa meningkatkan keterlibatan dalam belajar dan memicu pelepasan neurotransmitter yang mendukung neuroplastisitas, seperti dopamin.
Sebenarnya rahasia dari proses belajar itu ternyata ada pada emosi kita. Proses belajar bukan hanya tentang logika, melainkan juga melibatkan emosi kita.
Kita mungkin berpikir bahwa orang yang pintar dan berwawasan luas adalah mereka yang logis dan tidak emosional. Namun, kenyataannya belajar justru melibatkan sirkuit di sistem limbik di otak kita yang merespons ancaman atau hadiah.
Sistem limbik ini bertanggung jawab atas emosi, perilaku, motivasi, termasuk ingatan jangka panjang. Jadi, jika kita mengalami sesuatu yang menyakitkan, kita pasti akan ingat terus.
Contohnya, jika kita menyentuh setrika yang panas, kita langsung belajar dan tidak akan mengulangi lagi. Bahkan, pengalaman traumatis bisa membentuk apa yang disebut "Flashbulb Memory," ingatan yang sangat kuat dan terasa seperti film yang diputar di otak kita.
Kita tentu tidak ingin belajar dari pengalaman buruk yang mengancam kehidupan kita. Pilihan lainnya adalah melalui hadiah atau "Reward."
Anak-anak kecil banyak belajar sambil bermain dan bersenang-senang, dan kita yang lebih tua juga bisa belajar lebih mudah jika merasa seru.
Ancaman atau hadiah membuat kita mengalami yang namanya Pembangkitan Emosional. Ini adalah kondisi di mana kita bergairah, semangat, dan termotivasi, yang membuat kita lebih siaga dan fokus.
Kita sering menyebut kondisi ini sebagai "Stress."
Menurut Yerkes & Dodson, ada grafik yang berbentuk seperti huruf U terbalik yang menggambarkan hubungan antara performa kerja kita dengan pembangkitan emosional yang dibutuhkan.
Semakin kita stres, perhatian dan minat kita akan meningkat, dan kinerja otak kita meningkat. Namun, jika stres terus bertambah, justru membuat kita cemas dan panik, sehingga tidak fokus. Jadi, kunci dari belajar adalah mencari tingkat stres yang optimal untuk kita.
Ada juga yang disebut "DNA of Peak Performance," yang merupakan tiga jenis neurotransmitter yang sangat penting untuk mencapai puncak performa.
✅ Pertama adalah Dopamin, yang berpengaruh terhadap kemampuan kita memperbarui informasi di memori dan fokus melakukan sesuatu. Dopamin membuat kita ingin mengejar hadiah dan membuat kita ketagihan.
✅ Kedua, Noradrenalin, yang menjaga kelangsungan hidup kita dan membuat kita cepat tanggap saat ada bahaya.
✅ Ketiga, Asetilkolin, yang ditemukan dalam jumlah banyak pada bayi yang selalu siaga dan mengobservasi lingkungan sekitarnya.
Dalam menjelajahi bagaimana kita belajar hal-hal yang tidak kita sukai melalui lensa neuroplastisitas, kita telah mengungkap banyak cara yang dapat membantu kita tidak hanya mengatasi ketidaknyamanan tetapi juga untuk meningkatkan cara kita mengingat dan memproses informasi.
Memahami bahwa belajar adalah sebuah proses yang sangat emosional dan tidak hanya logis, membuka jalan bagi kita untuk mendekati pembelajaran dengan cara yang lebih holistik dan pribadi.
Penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki respons unik terhadap stres dan motivasi. Menemukan tingkat 'stres yang optimal' adalah kunci untuk memanfaatkan kemampuan belajar terbaik kita.
Dengan menerapkan teknik yang disesuaikan dengan kebutuhan pribadi dan situasi kita, kita dapat memaksimalkan potensi neuroplastisitas untuk tidak hanya belajar lebih efektif tetapi juga untuk membuat proses belajar menjadi lebih menyenangkan dan kurang menegangkan.
Terus eksplorasi dan eksperimen dengan cara-cara baru untuk belajar adalah penting, karena apa yang berhasil hari ini mungkin tidak sama efektifnya besok.
Jadi, tetaplah terbuka terhadap perubahan dan adaptasi, dan selalu cari cara untuk menghubungkan apa yang kita pelajari dengan sesuatu yang berarti secara pribadi bagi kita.
Ini bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan, tetapi juga tentang membangun dan memperkuat jalur otak yang akan mempengaruhi bagaimana kita berpikir, merasa, dan berinteraksi dengan dunia di sekitar kita untuk waktu yang lama.
Semangat study friends semua!
Sumber Rujukan:
Furman, F., & Hommel, B. (2016). Leading the brain: Powerful science-based strategies for achieving peak performance. Penguin Books. https://www.amazon.com/Leading-Brain-Science-Based-Strategies-Performance/dp/014312935X